Friday, March 9, 2012

Belajar dari Si Penangkap Ular


Saya sama teman-teman sampe takjub. kami bangga punya teman kaya Ida. kami kagum sama orang tuanya, bisa mendidik anak sampe kaya gini. kami sampe bilang, ?kalo punya anak nanti, kita pengen anaknya kaya Ida!?“Namanya Rasyida Noor. saya kenalan sama Ida waktu SMP di seleksi OSIS, di ruang Ibu Golek. waktu itu Ida dipanggil buat wawancara OSIS, dan inget pisan dulu Kang Gene manggilnya ‘Rasyida No-or!

Ida itu sangat baik. sebagai teman. sebagai perempuan. sebagai anak. sebagai anggota organisasi. Sebagai ketua.

Ida itu aset berharga, di organisasi manapun dia berada. Ida itu penceria suasana, di lingkaran manapun yang dia sapa. Ida itu ga lupa buat sholat 5 waktu. Ida itu pandai. Waktu tes SERU3 yang susah banget itu, kabarnya Ida ranking 2 dari 1000 orang. Ida itu pewaris jari-jarinya Maksim Mrvica. kalo Ida main Cubana, semua mata pasti ngeliatin Ida. sampai-sampai pas latihan Cubana di 3butes, violinisnya sering banget telat masuk gara-gara ngeliatin Ida. Ida itu jiwa seninya tinggi. Tulisan tangan Ida pun rapi sekali. Ida juga pandai sekali bergaul, dan teman-temannya sangat banyak. waktu Ida bilang “maafin aku ya!” kita semua bingung, Da, apanya yang harus dimaafin?

Jangankan marah, ngomong kasar aja kayanya ga pernah. Ida selalu menghargai orang lain, sekecil apapun hal yang orang lain lakukan buat dia. sampe-sampe waktu dikasih kado aja, belum juga dibuka bungkusnya, Ida udah bilang “wah makasih ini lucu banget!”. Ida itu sekalinya dikasih tanggung jawab, dia pegang erat. Di lingkungan manapun Ida, ga pernah sampe kepengaruh yang jelek banget. malah Ida yang mempengaruhi orang.

Tapi yang paling penting dari semuanya adalah, Ida itu teman baik bagi semua orang.  Makanya waktu Ida bilang mau pergi ke Belgia, susah banget rasanya buat nyembunyiin rasa sedih banget karena kehilangan Ida. Waktu Ida mau pergi, semua temen-temen baiknya bela-belain ngorbanin ini itu tanpa pamrih, cuma buat Ida. Bukan karena dalam 4 tahun tidak akan ketemu Ida. bukan. Tapi karena semua sayang sama Ida. jujur, saya jarang ngabisin waktu sama Ida.

Kita semua ga ada yang pengen Ida pergi ke Belgia. orang kaya Ida ga bisa gitu aja kita persilakan pergi, meski 4 tahun lagi bakal kembali. tapi kita semua tau, Allah punya rencana yang jauh lebih baik buat Ida. dan buat orang sebaik Ida, kita harus mendoakan apa yang terbaik buat Ida. dan ternyata inilah yang terbaik buat Ida: ninggalin kita sampai 4 tahun ke depan.

Saya sama teman-teman sampe takjub. kami bangga punya teman kaya Ida. kami kagum sama orang tuanya, bisa mendidik anak sampe kaya gini. kami sampe bilang, “kalo punya anak nanti, kita pengen anaknya kaya Ida!”

Ayah, Bunda, tulisan ini redaksi kutip dari blok teman Rasyida Noor, Sarah Fauzi Anisa. http://www.tumblr.com/tagged/rasyida+noor. Pertanyaannya, siapa sih orangtuanya?

Kalau begitu mari kita belajar “sedikit saja” dari orangtuanya. Sedikit sebenarnya berarti banyak. Hanya saja yang kami ambil mungkin hanya secuil dari pelajaran banyak lainnya dari beliau. Rasyida Noor adalah anak pertama dari tiga buah hati Andi Yudha Asfandiar.Orangtua yang akrab dipanggil Kak Andi ini adalah pendiri PicuPacu kreativitas Indonesia (picupacu.com), lahir di Malang, 21 Maret 1966,Kak Andi adalah penangkap ular profesional! Hehe itu yang beliau ungkapkan kepada Majalah Auladi.

Kak Andi Yudha juga Penggagas Mizan Komik Indonesia, Penggagas Nomik (Novel-Komik) Remaja – DAR! Mizan, Wakil Indonesia untuk profil/tokoh  Asia untuk masalah Anak dan Kreativitas oleh NHK Jepang pada acara Asia Who's WHO (1999), Delegasi RI sebagai SC Kartunis/Komikus untuk Project Management Committee ASEAN COCI 2000. Dan sekarang lagi tinggal di Brussel Beliga. Dan berikut wawancara dengan Kak Andi Yudha dikutip dari Majalah Auladi Edisi 01, Maret, 2005.

Kata orang Kak Andi seneng sama anak ya?

Niru orang tua aja sebetulnya. Orang tua saya seneng sama anak semua. Mungkin saya melihat lingkungan terdekat saya seperti itu, dari kecil saya suka ikut ngurus anak. Kelas 4 SD sudah ngajar TK. Jadi ceritanya anak kecil ngajar anak kecil. Karena kesukaan itu, timbul kepercayaan diri yang tinggi untuk urusan itu dan akhirnya meningkatkan diri di wilayah itu.

Apa sih senangnya berinteraksi dengan anak-anak buat Kak Andi?

Saya sendiri merasa waktu kecil saya juga diperhatikan, terutama orang tua. Diperhatikan dengan sesuatu yang proporsional, bukan dimanjakan, bukan juga terus ditekan. Sehingga saya dapat mendapatkan kenyamanan di keluarga. Nah, saya tak mendapatkan kenyamanan itu di luar. Di luar, saya melihat orang dewasa, yang badannya gede, arogan, suka melarang ini melarang itu, suka marah, meremehkan, itu yang saya temui.

O, ya, punya pengalaman mengagumkan berkait dengan orang tua ketika kecil?

Mungkin tentang nangkep ular. Waktu saya kelas 3 SD, saat itu minggu pagi, saya diajak jalan-jalan ke museum. Di kolam museum itu saya lihat ada ular air. Saya bilang "Pak ularnya itu ditangkep ya?" "Mana….mana…?", responnya. "Itu kepinggir", kata saya. "Mau ditangkap? Berani kamu?", tanya Bapak. Saya jawab "Berani pak". Terus katanya "Kalau berani tangkap ular itu. Tangkap kepalanya, tapi hati-hati. Dikasi semangat gitu, gede kepala kan? Motivasinya naik, curriocity saya naik. Ya sudah saya tangkap. Sebelum menangkap saya ingat-ingat pesan ayah, "Tangkap  kepalanya, hati-hati".

Setelah melihat saya nangkap, orang tua saya ternyata takut sama ular. Meski begitu, orang tua memberi kesempatan dan kepercayaan pada anak-anaknya dengan memberi motivasi keberanian. Bukan itu saja kan, berani saja tidak cukup, orang tua juga memberi ilmunya untuk nangkep ular. Tapi yang mengagumkan saya, orang tua saya yang takut ular tidak kemudian mewariskan ketakutannya pada saya, pada anaknya. Yang terjadi sekarang, banyak orang tua mewariskan ketidaksukaannya sama anak-anaknya. Sekarang soal takut gelap coba? Yang bikin takut gelap siapa? Pasti orang tuanya sendiri. Kalau lewat tempat gelap, mesti orang tuanya bilang sama anaknya "ssttt jangan lewat situ.. gelap…". Begitu juga dengan ular atau ketidaksukaan lainnya.

Bagaimana anak-anak Kak Andi sendiri, mereka berani juga pada ular?

Berani. Beraninya itu karena saya beri pengetahuan tadi. Kenapa jangan dipegang ininya, kenapa yang dipegang harus itunya, saya kasi tahu. Dengan berpengetahuan, orang juga cenderung tidak arogan sebetulnya. Ini semua kan bisa menjadi media pendidikan. Tadi baru ular kan?

Berarti di sekitar kita sebetulnya banyak obyek yang bisa dijadikan pengetahuan?

Banyak. Coba perhatikan lagi, di sekitar kita juga ada semut. Terus kita lihat lewat, lah masa kita mau mikir semut bawa pisau atau nggak? Kalau misalnya bisa keinjek di jalan, ya pindahin, bukan dibunuh. Nabi Sulaiman juga begitu. Kalau ditanya,  bagaimana kalau semutnya banyak dan mengganggu? Kalau sudah seperti itu, itu ada aturannya Islam juga. Kalau sudah pada taraf mengganggu boleh dibasmi. Ular juga seperti itu. Ya lucu namanya & konyol namanya sudah ada di depan mata dan mau gigit diem aja.

Kak Andi setuju anak itu aset bangsa?

Ya anak itu aset besar, karena itu harus diperhatikan. Kalau anak-anak tak diperhatikan, pasti itu bangsa nggak bagus. Lihat saja negara-negara yang maju, di perhatian terhadap kualitas pendidikan anak pasti bagus.

Negara-negara maju itu padahal kan sekuler, tapi perhatiannya pada anak-anak bagus?

Mungkin ada kekeliruan pemaknaan terhadap Islam. Saya istilahkan kita ini telat membuka Qur'an. Meski pun orang bilang, nggak ada kata terlambat, ya itu ok. Maksud saya sebut terlambat karena yang buka orang lain. Mungkin orang barat nggak tahu itu Qur'an, tapi dia praktikkan, dia laksanakan. Padahal ayat-ayat Qur'an itu ayat-ayat yang bisa dipraktikkan, nah kita tinggal mempraktikkan sebetulnya. Saya sendiri, mungkin karena sudah banyak baca buku, sekarang ini sampai pada titik jenuh baca buku, buku-buku itu jadi saya malas baca, kadang hanya Qur'an saja yang saya baca. Sebetulnya buku-buku yang baik yang banyak bertebaran sekarang ini hanya secuil saja dari kandungan Qur'an. Satu ayat Qur'an, sangat mungkin kandungannya menjadi banyak buku.

Dari situ saya juga merasa bangga menjadi orang Islam, punya kitab yang mengatur dan memuat banyak hal, padahal di tempat lain itu nggak ada. Orang lain nggak punya 'juklak' kehidupan, sedangkan kita punya. Saya pikir wah… keren juga nih Qur'an. Dan yang hebat Qur'an itu sebetulnya untuk segala usia, bukan hanya untuk orang dewasa. Di kita, Qur'an itu dipersepsikan hanya untuk orang dewasa, padahal tidak demikian. Ada nggak pengajian anak-anak? Yang ada pengajian orang tua kan? Pengajian ibu-ibu, pengajian remaja ada. Untuk anak-anak yang ada itu anak-anak yang sedang mengaji, bukan pengajian anak-anak. Alhamdulillah sekarang ini sudah berkembang berbagai metode untuk belajar membaca Qur'an, seperti Iqro dan lain-lain, tapi harus dikembangkan juga dengan pemaknaannya. Maka di Mizan, kita berani mengeluarkan buku tafsir Qur'an untuk anak-anak karena untuk usaha ke arah pemaknaan tadi dengan bahasa mereka.

Bagaimana mengajarkan agama dengan bahasa mereka itu?

Saya mengganggap tidak ada satu titik pun dari kehidupan ini yang tidak termuat dalam agama Islam, itu pendapat saya, terserah pendapat orang lain.  Nah kita harus mengajarkan Islam ini kepada mereka ya dengan bahasa mereka dan kemudian kita ajarkan juga dengan praktik sehingga anak-anak itu bisa melihat dan mencontoh yang kita praktikkan.

Anak saya misalnya suka tanya, "Pa, Bapak ini temannya banyak ya? Kenapa sih?" Saya bilang, "ya nggak tahu. Abis, Bapak ini cuma niru-niru aja". Anak saya tanya, "niru siapa sih?" Saya jawab"ya…itu niru yang awalnya M.. belakangnya D.. itu lho.", kata anak saya "Wah Nabi Muhammad ya Pa?" Saya bilang lagi "Iya. Kalau  jalan suka nyapa yang berhenti. Kalau jalan kaki, suka nyapa yang sedang duduk." Dan pengajaran seperti itu saya terapkan kepada anak-anak saya, itu konsep agama dan langsung praktik di depan mereka. Dan saya juga mengajarkan yang seperti itu di tempat-tempat yang sangat terbuka sehingga satu saat anak-anak itu mungkin ketemu temannya, dan bilang 'Assalamua'alaikum', mungkin nggak akan masalah. Sekarang coba di Mall, ada nggak anak-anak yang ketemu temannya bilang apalagi dengan teriak 'Assalamua'alaikum'. Ada nggak kayak gitu? Nggak ada kan? Mereka kayaknya malu kan?

Mengenalkan agama pada anak-anak itu baiknya gimana? Dengan pengetahuan, hafalan atau apanya dulu?

Dengan praktik dulu, bukan hafalan dulu. Lah Nabi Muhammad itu wong ummi kok, tidak bisa baca dan tulis. Langsung dipraktikkan agama itu kan?  Saya ingat itu juga yang dipraktikkan Bapak pada saya. Saya bisa baca sebelum masuk TK karena Bapak mengajarkan baca dengan praktik, saya diajak keliling-keliling, lihat-lihat papan nama toko dan lain-lain sampai akhirnya sering dikasi tahu, sering lihat, saya jadi bisa baca. Dan karena saya bisa baca sebelum TK, waktu di TK itu saya tidak lulus.

Tidak lulus?

Iya, sebetulnya mengeluarkan diri. Saya keluar karena dianggap mengganggu. Lah sudah bisa baca, sedangkan yang lain baru belajar baca, ngapain lagi? Ya kerjaannya menganggu yang lain. 

Wawancara dikutip dari Majalah Auladi Edisi 01 Tahun 2005. Sumber foto: koleksi pribadi Andi Yudha Asfandiar
http://www.auladi.org/content/detailcontent/107